Self-Journaling: Nonton Konser Linkin Park Pertama Kali



Saya menyebut ini sebagai bagian terbaik dalam hidup saya. Karena saya tumbuh dengan mendengarkan lagu Linkin Park sejak SMP kelas 2 sekitar di tahun 2003 hingga sekarang. Saat itu, lagu pertama yang saya dengarkan adalah Crawling dan In the End di tengah bermain game Ragnarok Online di warnet.

Seiring dewasa, hidup semakin pahit dan getir. Linkin Park justru hadir sebagai penyembuh tiap kali momen-momen pahit mencekoki kepala saya. Hingga Chester meninggal di 2017, dan saya tidak sedikit pun berkesempatan untuk menonton konsernya, bahkan hanya untuk melayat (wkwk).

Hingga saat konser From Zero terbit, FUCK IT! I'LL DO IT! Walau dengan banyak drama yang menelanjangi dukungan finansial saya terkait kemampuan saya membeli tiket: Mulai dari septic tank yang mampet, hingga motor ganti spare part. Finally, I made it.

1. The Wait

Linkin Park adalah band yang paling ditunggu-tunggu dateng di Indonesia dari dulu. Menonton mereka adalah salah satu impian saya. Melihat Mike Shinoda, my pioneer of musicians as rapper, nge-rap di atas panggung membawakan lagu favorit. Penantian ini benar-benar sangat manis. Seluruh waktu penyongsongan ini terbayarkan. Seperti menyewa seorang psikiater yang membantu saya menyembuhkan luka di masa lalu.  

Saya paham bahwa prioritas yang utama, tapi kalau terus-terusan? Mau sampai kapan? Tak mengapa sesekali egois. 

2. The Black Parade

Saat saya menunggu mereka tampil di jam 8, sekitar jam 5-an selepas gemericik hujan, musik-musik populer digulir. Termasuk lagu yang dibawakan di Superbowl oleh Kendrick Lamar, They Not Like Us

Hingga saatnya ada lagu yang diawali oleh jentikan tuts piano yang siapapun yang lahir di generasi milenial, pasti sadar ini lagu siapa, yang dulu juga turut menyumbang dalam memori semasa SMP: The Black Parade dari My Chemical Romance. Di saat yang bersamaan, seluruh fans Linkin Park juga menyanyikan lagu itu, walau hanya rekaman lagu. Ini menandakan My Chemical Romance memiliki fans yang banyak.

 “WHEN I WAS A YOUNG BOY, MY FATHER TOOK ME INTO THE CITY TO SEE A MARCHING BAND.” 

Semua mengangkat dan melambaikan tangan-tangannya sambil khidmat menyanyikan lagu wajib nasional para milenial itu.

3. Burung yang Sama Hinggap di Dahan yang Sama

Berada di sana bersama temanku, Naufal, membuat perjalanan konser jadi semakin nyaman. Kami sempat mengantri photobooth dan mengambil Starbuck secara gratis. Ya, aku tahu. Seharusnya boykot Starbucks kan? Tapi bagiku, boykot artinya tidak membeli. Jadi, kalau gratis sepertinya tidak mengapa. Karena saya membutuhkan kafein untuk bisa terbakar waktu konser nanti. Namun, tidak lupa untuk tetap mengisi perut, alhasil jadilah Ayam Geprek seharga Rp45000 yang porsinya sama seperti Ayam Geprek dekat rumah seharga Rp12000. Kayaknya cuma mahal di terjemahan ya?

Asian Chicken Bowl: Rp45000
Ayam Geprek: Rp12000

Saat di arena nonton sebelum konser, saya dan Naufal berpisah. Namun, jiwa ekstrovert saya meronta-ronta. So, I made friends. Kita sebut Si Cewek dari Depok, Sang Pasutri, Si Ibu (pendek dan berkacamata), Si Tamil, dan Si Cina (Bukan bermaksud rasis, tapi dua orang ini bersahabat yang rela datang dari Singapura untuk menonton Linkin Park di Indonesia)

Si Cewek dari Depok adalah orang finance dari Bank UOB, lahir di tahun 1995. Dia adalah fans Linkin Park sejak SMA. Kemudian, Sang Pasutri yang ramah dan santai saat kami mengomentari lagu The Black Parade yang muncul, "Ini mah yang nyanyi milenial semua pasti" atau "Jangan-jangan guest star-nya My Chemical Romance?!"

Lalu si Ibu yang kayaknya memang doyan banget sama Linkin Park dan enggak mau sendirian, jadi dia gabung ke percakapan kita. Dia terlihat bersemangat sekali, apalagi saat ngobrol dengan kedua orang Singapura itu. Si Ibu sering banget minta tolong saya untuk merekam karena posturnya yang pendek haha! Again, tall man's talking!

Lalu, dua orang Singapura yang sangat ramah dan enjoyable sekali di perbincangan kita. Hingga percakapan tak terasa sampai 2 jam lebih karena topik kami tidak hanya mencakup Linkin Park, tapi juga pekerjaan, negara, pilihan hidup, dsb. Dan ternyata mereka sebelumnya sudah menonton Green Day. What a trip!

4. Propaganda

Saat sebelum pertunjukkan band dimulai, lagu Indonesia Raya disetel. Beberapa menyanyikan, beberapa tidak, termasuk aku. Bukan karena tidak nasionalis, hanya saja cukup jengah tiap Senin sejak aku masuk SD kelas 1 sampai jadi guru sekarang, lagu itu sudah sering diperdengarkan. Kurang nasionalis apa coba?

Menariknya, salah satu orang Singapura, Si Cina, bertanya padaku dalam bahasa Inggris, "Kenapa lagu kalian sering diperdengarkan setiap ada acara besar?" Lalu, aku menjawab, "Dude, it's propaganda" dan dia tertawa cekikikan.

Bisa-bisa jawaban itu keluar dari mulutku yang bekerja sebagai aparatur sipil negara hahaha!

5. Your English Is So Good

Bersamaan dengan banyaknya topik yang kita perbincangkan, Si Cina terlihat terkesan dengan Bahasa Inggris saya, “Yo, your English is so good”. Lalu, saya berterima kasih. Mungkin banyak yang belum tahu bahwa istilah your English is so good biasanya bisa berupa sindiran halus, "Kok bisa bukan penutur asli ngomong Bahasa Inggris selancar ini?" atau kurang lebih seperti "Kamu imigran ilegal ya? Pantes bagus Bahasa Inggrisnya"

Di Jepang, disebut tatemae. Kalau di Bahasa Inggris, disebut white lies.

Tapi karena kita sama-sama bukan penutur asli, jadi saya menangkap ini adalah pujian. Dan saya sangat senang karena belajar Bahasa Inggris butuh ketekunan dan kerja keras. Artinya, untuk ukuran orang Indonesia yang bahasa Ibunya bukan Bahasa Inggris seperti Singapura, ini patut diacungi jempol. Proud of myself!

Saya beritahu mereka agar rasa penasaran mereka valid bahwa saya adalah guru Bahasa Inggris dan saya menulis beberapa buku bahasa Inggris. Bukan ingin menyombong, tapi saya ingin menunjukkan bahwa begitu menyukainya saya mempelajari bahasa.

6. Menyoraki Orang India

Di tengah konser yang sedang berjalan. Linkin Park menyediakan waktu untuk merenung dengan menampilkan video-video langsung dari barisan depan para fans yang sedang menonton. Menunjukkan dukungan-dukungan yang ditulis lewat kertas besar.

Lucunya, ada orang India yang tersenter dan alih-alih menuliskan dukungan, dia malah menulis, “PLEASE COME TO INDIA” dan semua orang tertawa sambil menyoraki dengan nada bercanda. Lalu, saya mencolek salah satu teman Singapura, Si Tamil. Dan dia ikut tertawa dan bergeleng-geleng sambil berkata, "What a shame.” - Malu-maluin aja. Hahaha!

7. Go catch up madafaka

Konser itu sangat meriah. Kami sangat bersemangat dan endorfin meluap. Kami berada tepat di depan bagian oranye sementara tiga teman baru saya berada di belakang bagian hijau. Kami sangat dekat dengan kerumunan yang bernyanyi.

Saat lagu “When They Come For Me” dimainkan, kami sangat bersemangat, dan ketika lirik sebelum chorus di-rap dengan keras, teman-teman baru kami dari Singapura terkejut mendengar teriakan kami, “… Trying to catch up MUTHAFAKA!” Cukup lucu melihat wajah mereka LOL!

8. Dokumentasi

Konser Linkin Park mengubah hidup saya. Saya merasa seperti terlahir kembali dalam diri saya yang baru. Saya setuju bahwa datang ke konser adalah suatu keharusan. Saya dapat merasakan energi dahsyat di dalam tubuh saya. Itu memberi saya kesempatan untuk mendefinisikan ulang kehidupan sekali lagi.

Berikut dokumentasinya:











Comments

Popular posts from this blog

Materi Mulok Bahasa Inggris: Grooming & Professional Appearance at Work

Modul Ajar Bahasa Inggris 2024 - Descriptive Text Kelas Fase E (Kelas X)